Sertifikasi Halal Dinilai Mahal dan Lama, Ini Penjelasan LPPOM MUI

JAKARTA -- Sertifikasi halal jadi topik yang banyak diperbincangkan oleh pelaku usaha. Isu utama yang kerap muncul adalah biaya sertifikasi yang dianggap mahal dan proses pemeriksaan yang dinilai memakan waktu lama.
Direktur Utama LPH LPPOM, Muti Arintawati mengatakan implementasi tarif di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Sebagian pelaku usaha merasa biaya yang harus dikeluarkan cukup besar, terutama bagi usaha mikro dan kecil.
Namun, ia menegaskan bahwa tarif yang ditetapkan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“Sebagian besar biaya dari tarif pemeriksaan halal dialokasikan untuk operasional lembaga, edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha, serta program Corporate Social Responsibility (CSR) yang mendukung peningkatan kesadaran halal di Indonesia,” ujar Muti, di Jakarta.
Terkait lamanya waktu sertifikasi, Muti menjelaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 pasal 82, lama waktu pemeriksaan halal mengikuti standar Service Level Agreement (SLA) yang telah ditetapkan.
"Dalam skema reguler, proses sertifikasi halal dimulai dari pendaftaran di Sistem Informasi Halal (SiHALAL) BPJPH yang memakan waktu maksimal 2 hari. Setelah itu, BPJPH akan melakukan verifikasi dokumen dalam 1 hari sebelum meneruskan ke Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Di LPH, pelaku usaha akan menerima informasi mengenai biaya dalam waktu 2 hari dan pembayaran serta penerbitan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) oleh BPJPH dilakukan dalam 5 hari kerja," ungkap Muti.
Selanjutnya, menurut Muti, proses pemeriksaan oleh LPH, yang mencakup verifikasi dokumen, audit lapangan, serta uji laboratorium jika diperlukan, berlangsung maksimal 10 hari untuk usaha dalam negeri dan 15 hari untuk usaha luar negeri, yang dapat diperpanjang maksimal 10 hari kerja. Setelah itu, laporan hasil audit akan diajukan ke Komisi Fatwa MUI yang memiliki waktu maksimal 3 hari untuk menetapkan kehalalan suatu produk.
"Dalam kondisi ideal, keseluruhan proses ini bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari satu bulan. Namun, dalam praktiknya, keterlambatan sering terjadi karena kurang siapnya perusahaan dalam menyiapkan dokumen dan implementasi SJPH," ujar Muti.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Lembaga Pemeriksa Halal Indonesia (ALPHI), Elvina A. Rahayu menambahkan, biaya sertifikasi halal dipengaruhi oleh skala usaha, jenis produk, serta jumlah fasilitas atau cabang yang dimiliki oleh pelaku usaha.
Tarif tersebut, menurut dia, telah diatur secara resmi oleh BPJPH melalui beberapa regulasi, yaitu Keputusan Kepala BPJPH 141 Tahun 2021, yang kemudian direvisi menjadi Keputusan Kepala BPJPH 83 Tahun 2022, dan yang terbaru adalah Keputusan Kepala BPJPH Nomor 22 Tahun 2024.
“LPH itu, menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah saksi ulama. Pekerjaan kami ini cukup berat, maka kami perlu bekerja secara profesional. Halal itu gratis, tapi pemeriksaan halal itu tidak gratis. Sertifikasi halal itu proporsional. LPH itu juga bagian dari ekosistem yang melakukan proses," ujar Elvina.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran halal di Indonesia, diharapkan proses tersebut dapat terus berkembang dan menjadi lebih mudah diakses oleh seluruh pelaku usaha.