Makna Hijrah di Era Modern: Nasihat Imam Ali yang Relevan Sepanjang Zaman

Jakarta – Tahun baru Islam 1447 Hijriah menjadi momen penting bagi umat Muslim untuk merenungi dan mengevaluasi diri. Dalam semangat hijrah yang hakiki, nasihat emas dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallâhu Wajhah kembali relevan untuk dijadikan pedoman hidup.
"Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang celaka." – (Imam Ali bin Abi Thalib KW)
Nasihat tersebut tidak sekadar motivasi spiritual, namun mengandung konsep transformasi diri yang sejalan dengan semangat hijrah—berpindah dari kondisi buruk menuju keadaan yang lebih baik secara lahir maupun batin.
Hijrah: Lebih dari Sekadar Perpindahan Tempat
Dalam bahasa Arab, hijrah memiliki tiga dimensi: secara fisik (zhahiriy), spiritual (ma’nawiy), dan menjauhkan diri dari keburukan. Ketiga aspek ini terwujud secara nyata dalam peristiwa besar Rasulullah SAW dan para sahabat saat berhijrah dari Mekkah ke Madinah.
Namun, di era modern ini, makna hijrah meluas menjadi etos hidup untuk terus memperbaiki diri—baik dalam ibadah, akhlak, maupun kontribusi sosial. Hijrah menjadi bentuk jihad personal yang harus dirawat dan diperjuangkan setiap hari.
Hijrah Adalah Jalan Menuju Kemuliaan
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisaa ayat 100:
"Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak..."
Ayat ini menggarisbawahi bahwa hijrah bukan hanya berpindah secara fisik, tapi juga ikhtiar spiritual yang penuh berkah. Allah menjanjikan keluasan rezeki, keberkahan, dan pengampunan bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam berhijrah kepada-Nya.
Rasulullah SAW juga bersabda:
"Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah." (HR. Bukhari)
Pesan ini senada dengan firman Allah dalam surah Al-Muddatstsir ayat 5:
"Dan dari segala perbuatan dosa, maka hijrahlah (tinggalkanlah).”
Tahun Baru Hijriah: Saat yang Tepat untuk Evaluasi dan Transformasi
Memasuki 1 Muharram 1447 H, saatnya umat Islam melakukan muhasabah (introspeksi). Tahun baru Islam bukan sekadar peringatan seremonial, tetapi ajakan untuk berhijrah secara spiritual—meninggalkan kelalaian, memperkuat ibadah, serta meningkatkan kualitas akhlak dan sosial.
Mari kita jadikan tahun 1447 H sebagai titik tolak perubahan diri: dari kemalasan menjadi semangat, dari keterpurukan menjadi kebangkitan, dari dosa menjadi taubat.
Hijrah, Jalan Menuju Ridha Allah SWT
Hijrah adalah langkah menuju keberkahan dan ridha Allah. Dengan memperbaiki niat, memperkuat tekad, dan terus melangkah dalam kebaikan, maka kita termasuk orang-orang yang beruntung sebagaimana dikatakan oleh Imam Ali.
Semoga semangat hijrah ini menyinari hari-hari kita, menjauhkan kita dari kerugian, dan membawa kita menuju keberkahan dunia dan akhirat.
Selamat Tahun Baru Islam 1447 H. Mari berhijrah menuju hidup yang lebih bermakna.
Penulis:
KH Ibrahim Musa, S.Pd.I
(Pengurus MUI Kab Bekasi)